Saturday, August 12, 2017

Gambaran Muslim Produktif

foto suami waktu menemani saya belanja

Produktif, kata yang digunakan untuk menyebut seseorang yang mampu menghasilkan sesuatu. Dalam pandangan ekonomi, produktif berarti mampu menghasilkan karya-karya yang berdampak pada keuntungan materi.

Di kalangan kaum terpelajar, produktif berarti mampu menghasilkan berbagai karya berupa ide-ide ataupun pandangan yang berguna bagi pemecah persoalan masyarakat. Untuk mencapai gelar professor, sebagai gelar akademik tertinggi saat ini, seorang calon guru besar/ profesor harus produktif, yaitu menghasilkan karya berupa penelitian dan karya lainnya.
Dalam sudut pandang Islam, produktif berarti mampu berkarya untuk Allah swt. Dalam bentuk apa? Tentunya, karya apa saja yang bernilai dihadapan Allah swt. Karya yang berguna bagi kemajuan Islam dan umatnya. Karya yang mampu membawa seorang muslim ke surga. Karya yang membuat seorang muslim mulia di dunia dan akhirat.

Produktivitas pada umumnya lahir dari keinginan kuat untuk mencapai satu titik tertentu dalam hidup. Keinginan kuat tersebut lahir dari satu pandangan bahwa pencapaian tersebut menghasilkan suatu kebahagiaan.

Bukankah kebahagiaan merupakan tujuan yang paling dicari semua orang? Bagi seorang muslim, produktivitas lahir dari hasrat mengejar predikat takwa. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu”(QS. Al Hujurat: 13).

Sebab, predikat takwa adalah predikat tertinggi yang bisa dicapai oleh kaum muslim. Alasannya, kedudukan tersebut menghasilkan satu kebahagiaan khas Islam, yaitu ridha Allah swt. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.”(QS. Al Bayyinah: 6-8).

Maka, semua bermula dari iman yang mantap. Iman yang berarti pembenaran secara pasti akan keberadaan Allah swt sebagai Sang Pencipta, keberadaan malaikat sebagai makhluk Allah swt, keberadaan rasul-rasulNya, kitab-kitabNya, adanya hari berbangkit dan qadha qadar. Iman yang sempurna inilah kemudian menjadikan seorang muslim menjadi produktif.

Produktivitas Muslim Zaman Dahulu

Muslim produktif ditandai dengan keberanian. Ketika berita diutusnya Nabi telah sampai kepada Abu Dzar al Ghifari, maka ia mencari Nabi Saw, hingga bertemu dengan beliau. Ia mendengar dari perkataan Nabi saw. dan masuk Islam di tempat itu. Lalu Rasulullah saw. bekata kepadanya, “Wahai Abu Dzar, kembalilah kepada kaummu, kabarkanlah kepada mereka (tentangku) hingga datang perintahku kepadamu”.

Abu Dza berkata, “Demi Allah yang menggenggam jiwaku, aku akan meneriakkan syahadatain di tengah-tengah mereka.” Maka keluarlah Abu Dzar hingga datang ke masjid dan berteriak dengan suaranya yang paling keras, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.”

Kemudian orang-orang berdiri dan memukulinya, hingga membuatnya tergeletak. Walau ia mendapatkan respon berupa tindakan kekerasan, namun ia tak gentar. Karena di hari berikutnya ia kembali mengulang aksi tersebut.

Keberanian serupa ditunjukkan pula oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud. Hadist riwayat Ahmad bin Hambal dalam Fadhail Sahabat dari Urwah, ia berkata, “Orang yang pertama kali membacakan al Qur’an d Mekkah setelah Rasulullah saw. Adalah Abdullah bin Mas’ud”. Padahal saat itu Abdullah bin Mas’ud tergolong orang lemah.

Para sahabat yang lain melarangnya berbuat demikian karena ia tak memiliki kerabat berpengaruh yang akan melindunginya. Mereka khawatir orang-orang Quraisy akan menyakiti Abdullah bin Mas’ud. Tapi dengan lantang ia berkata, “Biarkanlah aku. Sesungguhnya Allah swt pasti akan melindungiku.”

Benar saja ketika waktu dhuha Abdullah bin Mas’ud berdiri di dekat Maqam Ibrahim dan membacakan firman Allah swt dalam surat ar Rahman ayat 1 dan 2 dengan suara keras, tak lama kaum Quraisy yang mendengar suara tersebut memukuli wajahnya hingga babak belur. 

Kepada para sahabat yang menyalahkan perbuatannya ia berkata, “Demi Allah, tidak ada musuh Allah yang lebih ringan bagiku daripada mereka saat ini. Jika kalian menghendaki, besok aku akan berangkat lagi pagi-pagi sekali menuju mereka. Aku akan melakukan seperti yang telah kulakukan barusan.”

Kisah lainnya datang dari sahabat Mush’ab bin Umair. Pernah, tanpa ragu ia menerima tantangan yang diberikan Rasulullah saw untuk menyebarkan dakwah di Madinah seorang diri. Hanya ada dua belas orang Madinah saat itu yang sudah muslim. Berbagai tantangan dakwah ia hadapi di sana.

Dengan keberaniannya, hanya dalam waktu satu tahun Madinah rata dengan Islam. Mayoritas pendudukan Madinah memeluk Islam dan opini Islam menyebar luar hingga ke tiap sudut rumah penduduk Madinah. Itulah karya mereka.

Keimanan sempurna dalam diri mereka menggerakkan hingga berani mendakwahkan Islam ke tengah-tengah kaum kafir. Dan keberanian untuk berjuang di jalan Islam pada dasarnya memang karakter yang dimiliki oleh rata-rata muslim di masa kejayaan Islam dulunya.

Muslim produktif juga memiliki sifat dermawan. Sejarah mengenal nama-nama sahabat besar seperti Utsman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Abu Bakar dan nama-nama lainnya sebagai konglomerat yang berlomba-lomba menginfakkan hartanya di jalan Allah swt.

Mereka sadar bahwa Allah swt telah membeli dari kaum muslim harta dan jiwa mereka dan dibayar dengan surga. Sehingga kekayaan yang sejatinya titipan dari Allah swt itu tidak membutakan mata namun jusru semakin mendekatkan mereka kepada Allah swt.

Utsman bin Affan pernah menginfakkan barang dagangannya berupa seratus ekor unta yang penuh dengan muatan anggur, minyak dan lainnya kepada para fakir miskin Madinah saat terjadi musim paceklik yang berkepanjangan di sana.

Sahabat Abdurahman bin Auf yang dikenal paling kaya sering mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Saat perang tabuk ia menyerahkan dua ratus uqiyah emas setara 5950 gram emas sebagai infaknya. Kisah serupa niscaya kita temukan bertaburan dalam banyak referensi sejarah Islam dulunya.

Muslim produktif itu cinta ilmu. Dunia mengenal nama-nama besar seperti Imam Syafi’i, al Khawarizmi, al Farabi, Jabir Ibnu Hayyan dan sederet nama lainnya sebagai para pecinta ilmu dan para ahli dibidangnya, baik mengenai ilmu-ilmu keislaman maupun sains dan teknologi. 

Karya-karya mereka amat bermanfaat bagi umat Islam. Fikih Imam Syafi’I dipraktekkan oleh kebanyakan muslim di Indonesia. Sementara karya ilmuan seperti al Khawarizmi dan ilmuan lainnya menjadi pelopor pengembangan sains dan teknologi di barat.

Produktivitas Muslim Masa Kini

Di era kapitalistik hari ini, produktivitas banyak orang cenderung kepada materi. Tak terkecuali bagi muslim, sering kebangkitan kaum muslim dimaknai sebagai mengungguli produktivitas kaum lainnya dalam hal ekonomi. Sehingga dikatakan kalau muslim mau bangkit, maka harus kaya.

Kita akui menjadi kaya tentu posisi terhormat yang meninggikan derajat muslim dibanding kaum lainnya. Namun yang paling utama harus menjadi perhatian adalah bagaimana merealisasikan tujuan hidup kita sebagai hamba Allah swt dengan tepat yaitu terlaksananya semua aturan Allah swt yang termaktub dalam al Qur’an dan as Sunnah.

Artinya, kaum muslim harus mengerahkan produktivitas mereka untuk membebaskan diri dari neoimperialisme dan neoliberalisme yang menjauhkan umat Islam pada penerapan syariah Islam secara utuh. 

Praktek seperti pengelolaan sumber daya alam oleh swasta, penerapan hukum warisan Belanda, meluasnya gaya hidup barat di masyarakat adalah contoh-contoh yang hakikatnya merupakan bentuk pelanggaran hukum-hukum Allah swt.

Maka sudah sepantasnya kaum muslim kini melengkapi diri dengan karakteristik muslim sejati yaitu belajar Islam dengan sungguh-sungguh dan mempersembahkan harta terbaiknya juga jwa dan raganya sebagaimana kaum muslim dulunya untuk mengembalikan kejayaan Islam. Allahu akbar. Wallahu a’lam bishawab.


4 Comments:

  1. Tulisan inspiratif neh. Jadi banyak belajar neh. Terima kasih sharingnya mba.

    ReplyDelete
  2. Produktifnya orang Islam tetap harus sesuai dengan hukum Islam, ya Mbak

    ReplyDelete