Business - IDN Time |
Orang Medan bilang, “Hepeng na mangaur
nagaraon”. Hehe, benar adanya ya. Saat ini uang menjadi kebutuhan penting
bagi semua orang. Sebab dengan uang, orang bisa memperoleh apapun yang ia
inginkan. Sampai-sampai ada orang yang mengagungkan uang di atas nilai-nilai
kebaikan. Sehingga ia rela melanggar aturan Allah swt demi mendapatkan uang, naudzubillahi
minzalik.
Bagi
para ibu rumahtangga seperti saya, sebagian besar kita kemungkinan pusing
dengan keadaan perekonomian negara kita. Harga sayur mayur saat ini memang lagi
turun buk. Tapi harga daging, ikan, minyak makan, gas, listrik, biaya sekolah
dan segudang kebutuhan lainnya semakin melambung tinggi.
Mending saya ya yang anggota keluarganya
dua orang. Gimana yang punya anak sekian dan sekian? Solusinya tentu bukan
kurangi anak dong. Karena anak adalah anugerah tersendiri bagi orangtua, asset
berharga yang patut diharapkan kehadirannya. Saya juga sedang berharap-harap
punya momongan. Emang belum dikasih aja.
Kita so pasti sadar ekonomi yang carut
marut ini tak lain dan tak bukan karena tidak diatur dengan sistem ekonomi
Islam yang bersumber dari Allah swt. Tapi, setidaknya ada beberapa solusi praktis
yang bisa kita lakukan guna menghadapi situasi sulit ini. Hindari empat
kesalahan ini dalam mengatur keuangan kita;
Pertama, berjalan tanpa pandangan yang
benar.
Kita
ngerasain sendiri ya buk. Suami bahkan para ibu turut mencari nafkah tapi
hasilnya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Kalau kita tidak punya
pandangan yang tepat tentang kehidupan ini, bisa-bisa stress. Semua berawal
dari bagaimana cara kita memandang kehidupan deh. Pandangan benar, insya allah
menjalaninya adem.
Pandangan
yang tidak tepat itu semisal, “aku harus dapatkan apa yang aku mau”, “aku ingin
memiliki apa yang orang lain punya”, “harta adalah kebahagiaan” dan lain
sebagainya.
Pandangan
salah tersebut harus diganti dengan kesadaran bahwa, “tak semua yang aku
inginkan harus ku dapatkan”, “kebutuhanku berbeda dari orang lain, tak harus
punya seperti yang dimiliki orang lain”, “harta berkah itu lebih penting”,
“bahagia itu ketika Allah swt ridha padaku”. Kalau yang terbentuk dalam pikiran
kita pemahaman seperti ini, beres deh urusannya. Dan memang perubahan mindset
ini tak serta merta ya, perlu pengkajian mendalam terhadap Islam dan mendekat
pada Allah swt yang terus menerus.
Kedua, berjalan tanpa prioritas.
Kalau sedari awal kita sudah punya
pandangan yang salah untuk menjalani hidup, kesalahan kedua ini adalah
buntutnya. Lapar mata langsung dipenuhi. Tetangga punya apa, langsung pengen
beli. Melihat apa saja yang selera dibeli. Padahal ada kebutuhan yang lebih
penting.
Maka
para pakar manajemen keuangan rata-rata menyarankan, sedari awal saat memegang
uang bulanan, maka segera sisihkan dana kebutuhan utama keluarga. Segera
bayarkan segala tagihan tepat pada waktunya. Karena kalau denda, tentu menambah
pengeluaran.
Selanjutnya,
sisihkan pula dana jangka panjang alias tabungan. Untuk tabungan saya sendiri
tidak menyarankan menabung di bank ya buk. Karena aktivitas ribanya yang
diharamkan Allah swt. Mending beli emas atau uang tersebut diputar kepada usaha
riil, kalau memang mencukupi.
Ketiga, mudah berhutang.
Salah satu nasihat penting dari suami
saya adalah jangan mudah berhutang. Dulu kami menikah tanpa pesta. Sebab,
dengan kemandiriannya suami saya waktu itu cuma punya uang buat akad nikah plus
nyiapin rumah kontrakan, beli kasur, lemari, alat dapur serta modal usaha.
Kalau
mau, bisa sih berhutang. Banyak yang bersedia memberi hutang. Tapi suami saya
bilang, pesta barangkali berjalan lancar dan kita senang, tapi setelah itu kita
bakal terbebani hutang. Suami saya kurang nyaman.
Berhutang
itu boleh, tapi kalau masih bisa ditahan kenapa nggak. Jadi, suami saya hanya
membolehkan berhutang kalau benar-benar kepepet, alias dilakukan jika memang
ada kebutuhan mendesak.
Apalagi
sekarang, banyak utang menjebak kan ya. Hutang yang mengandung riba. Pengusaha bank
berlomba-lomba mengincar masyarakat seperti pedagang kecil dan pegawai negeri.
Bahkan untuk UMKM pemerintah punya program memudahkan mereka memperoleh modal.
Ya dengan mekanisme hutang ribawi.
Seorang
teman saya yang pegawai negeri bercerita, tim marketing berbagai bank datang ke
lokasi kerja mereka menawarkan hutang dengan segala kemudahannya. Bunga murah,
tanpa jaminan SK dan lain sebagainya. Yang tadinya kita nggak mau ngutang,
akhirnya tergiur juga. Berhutang, untuk keperluan yang sebenarnya masih bisa
ditahan, seperti renovasi rumah dan lainnya.
Hasilnya,
ketika dia menyadari keharaman riba, takut dosa dan ingin lepas dari riba,
sudah sulit dilakukan. Saat dia ingin melunasi hutang keseluruhan secara
langsung tanpa cicil, maka pihak bank mengakumulasi hutang berikut bunga plus
uang pinaltinya. Jumlahnya besar sekali, yang akhirnya diapun nggak sanggup
melunasinya. Terpaksa, degan hati gelisah, mencicil hutang plus bunga sesuai
aturan bank sampai habis. Nah
tu, jangan mudah berhutang ya buk.
Keempat, enggan bersedekah.
Pandangan
materialis yang menulari kaum muslim, menjadikan sebagaian kita merasa rugi
bersedekah. Apalagi jika sedang mengalami kesempitan ekonomi, sedekah semakin
berat. Padahal, bersedekah adalah bagian dari ibadah dalam Islam Disunnahkan
kita bersedekah dalam keadaan lapang maupun sempit.
Sedekah
bisa menghapus dosa, menjadikan harta kita berkah, mendapat pahala yang
berlipat ganda dan bisa masuk surga dari sebuah pintu khusus. Jadi sedekah
takkan mengurangi harta dan membuat rugi. Justru yang ada adalah kebaikan. Ramadhan
yang segera tiba, semoga bisa kita manfaatkan untuk mengamalkan sedekah.
0 Comments
Post a Comment