Saturday, January 28, 2017

Aturan Yang Nggak Logis


Susahnya hidup di zaman kapitalis. Hanya untuk mempertahankan pakaian syar’i saja butuh ketahanan mental yang kuat. Tiga orang siswi kelas 3 SMK, binaan saya di pengajian, sedang menghadapi masalah. 

Mereka resah dan gelisah ketika sekolah mereka mengharuskan berfoto tanpa kerudung untuk kebutuhan ijazah nantinya. Itu sama saja menyuruh muslimah buka aurat dong ya.

Sebenarnya aturan tersebut sudah diberlakukan hampir disemua sekolah khususnya sekolah umum non agama. Pengalaman saya, bahkan di Universitas bernuansa Islam sekalipun aturannya sama seperti itu.

Alasannya, dalam pas photo para siswi harus tampak jelas jidat dan telinganya agar mudah dikenali dan mudah cari kerja. Ada lagi siswi yang bilang alasannya karena ingin dipastikan kesempurnaan organ tubuh bagian atasnya terutama telinga.

Dengan mudah sih kita bisa mempertanyakan, emangnya kalau tidak nampak telinga dan jidat, seseorang susah ya untuk dikenali? Kalau saya merasa nggak gitu. Dengan melihat bagian wajah apa itu mata, hidung ataupun postur wajah, kita bisa banget untuk mengenali seseorang. Nggak logis kan alasannya tuh.

Terus, apa coba hubungan antara kerja dengan bentuk telinga dan jidat? Banyak sekali perempuan yang mampu berkarya dengan tetap berpakaian syar’i. Idih alasan yang maksa banget sih.

Sebagaimana pengalaman saya di kampus, bagi peserta didik yang menolak mengikuti aturan tersebut, diminta membuat pernyataan bahwa yang bersangkutan siap bertanggungjawab bila setelah proses pendidikan selesai dan tidak dapat kerja karena pas photo yang berkerudung, maka lembaga pendidikan tersebut tidak disalahkan. (geleng-geleng kepala)

Satu lagi, soal olahraga renang. Jelas dong ya, kalau berenang menuntut seseorang untuk membuka auratnya. Kalaupun tetap tutup aurat, tetap saja nggak syar’i (paling pakai burkini atau semisalnya). 

Kalaupun maksain berenang pakai jilbab syar’I, baju yang basah akan membentuk tubuh si muslimah. Sementara si guru seorang bapak dan aktivitas berenangnya bercampur dengan siswa lelaki.

Sebagian guru ketika diberi pengertian tentang prinsip Islam yang dianut oleh siswinya, ia memaklumi. Namun sebagian lain tetap tak mau mengerti. Konsekuensi buruknya nilai kemungkinan akan ditanggung para siswi tersebut. Kemana pasal 29 ayat 1 UUD 1945 ya? 

Mengapa pemeluk agama yang katanya bebas melaksanakan ajaran agamanya, ternyata sebaliknya, susah payah hanya untuk berpakaian sesuai perintah Allah swt.

Namun saya berharap, adik-adik istiqamah. Mereka adalah para remaja yang memilih jalan perjuangan Islam. Kita sama-sama memiliki impian untuk terwujudnya kebangkitan Islam dengan penerapan syariah dan Khilafah. 

Pejuang itu harus kuat, penuh kesabaran dan berpegang hanya kepada Allah swt. Pejuang itu pantang menyerah pada segala keadaan yang mencoba menggerus idealisme diri. Semoga.

0 Comments

Post a Comment