Kehidupan
masyarakat bawah semakin terhimpit. Pasalnya, penguasa mereka semakin tak peduli
pada mereka. Seperti yang dialami oleh warga miskin di Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara yang dikecewakan bupati mereka. Sejumlah masalah dihadapi
masyarakat disana.
Diantaranya,
masalah pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum pejabat dijajaran
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) kepada warga miskin terkait program bedah rumah.
Padahal
pungli terjadi sejak tahun 2013. Banyak warga yang akhirnya tak mendapatkan
jatah bedah rumah karena menolak menandatangani pernyataan tidak keberatan
dilakukan pemotongan. Sejumlah media daerah mengekspos masalah tersebut namun
ternyata tak dapat perhatian dari Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu.
Di lain
kesempatan tokoh nelayan Kecamatan Besitang, Bahtiar Nasution mengeluhkan sikap
buruk oknum pengusaha disana yang merusak ekosistem lingkungan pesisir.
Menurut
beliau, praktik alih fungsi hutan mangrove ditambah problem limbah dari
perkebunan kelapa sawit serta limbah dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) berdampak
kepada menurunnya populasi biota laut, seperti ikan, udang dan kepiting
Lagi-lagi masalah yang menyangkut hajat hidup orang banyak ini tidak mendapat
perhatian bupati. Kemana pak bupati?
Rupa-rupanya
pak bupati dikabarkan sedang sibuk mengurus persiapan Pilgubsu. Hal ini
disampakan oleh LSM Gempita Telukaru, Irjal. Mereka bersama masyarakat lainnya
bahkan menyarankan agar bupati mengundurkan diri saja dari jabatannya.
Buat apa
ada pemimpin kalau tak dirasakan kehadirannya? Itulah yang dirasakan warga
Langkat, bahwa mereka merasa seperti tidak punya pemimpin, karena tak ada yang
membela kemashlahatan mereka. Bukankah pemimpi dipilih untuk mengurus rakyat?
Karakter
pemimpin tidak amanah dan haus kekuasaan rasa-rasanya sudah menjadi ciri yang
melekat pada pemimpin yang terpilih dalam demokrasi. Dulu Gubernur Sumatera Utara
Syamsul Arifin pernah berjanji dalam kampanyenya, “Rakyat Tidak Miskin”,
“Rakyat Tidak Bodoh”, “Rakyat Tidak Sakit”.
Nyatanya
problem ekonomi tetap membelit masyarakat Sumatera Utara. Janji-janji para
Gubernur Jakarta untuk menyelesaikan problem banjir dan kemacetan di Jakarta
hanya tong kosong nyaring bunyinya.
Demikian
dengan janji-janji kesejahtraan dari para pemimpin nomor satu negeri ini tak
pernah terwujud. Bahkan kesulitan hidup semakin menjadi-jadi. Para pemimpin itu
juga kerap berjanji akan menyelesaikan
masa jabatannya hingga akhir periode jabatan.
Namun
kenyataannya masih menjabat sudah sibuk mengurusi pencalonan jabatan berikutnya.
Hal ini sekarang sedang dilakukan oleh gubernur Jakarta, orang yang sedang menghebohkan
jagat Indonesia karena menyakiti hati umat Islam dengan mulutnya.
Sistem
demokrasi sekuler tidak akan pernah melahirkan pemimpin amanah, adil dan
berpihak kepada rakyat keseluruhan. Sebab para pemimpin tersebut naik menjabat
karena uang, bukan karena memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi
pemimpin berkualitas.
Sebaliknya
pemimpin dambaan umat yang bertanggungjawab penuh mengurus rakyat karena takut
kepada Allah swt hanya akan lahir dalam sistem kehidupan Islam yaitu syairah
dalam naungan Khilafah. Mari segera campakkan demokrasi ke tong sampah
peradaban dan menggantinya dengan Islam.
tulisan dimuat juga di https://www.islampos.com/pemimpin-janji-janji-310488/
0 Comments
Post a Comment