Friday, July 24, 2015

Astaghfirullah, anak maen perkosa perkosaan...

picture by kalam.ukm.upi.edu
Cerita Lebaran II

Sebenarnya sedih nulis tentang ini. Tapi rasanya bagian ini pantas dishare. Supaya tiap ibu berhati-hati dan menyadari bahwa ancaman pada anak nyata terjadi.
Masih dari momen lebaran. Seperti tahun – tahun sebelumnya, silah ukhuwah ke rumah guru ngaji  menjadi agenda wajib saya saat lebaran. Guru saya mengkaji Islam banyak. Tak semua bisa dikunjungi. Dengan segala keterbatasan, hanya sebagian yang dapat saya kunjungi. Ustadzah yang satu ini menyambut saya dan suami dengan suka cita. Kebetulan sudah ada tiga orang teman yang bertamu sebelum kami. Mereka belum hendak beranjak pulang saat kami tiba. Secara otomatis kami mengatur posisi. ustadzah, tiga orang teman dan saya sendiri bergabung di ruang tengah. Sementara, suami ustadzah dan suami saya beranjak ke ruangan yang terpisah dari kami.
Lama tak berjumpa kamipun saling menanyakan kabar, pengalaman selama lebaran dan ngobrol hal-hal ringan lainnya sembari minum teh manis dan makan kue khas lebaran. Di luar ruangan terlihat anak bungsu ustadzah yang berumur sekitar 3 tahun, Amam sedang bermain. Jalan di depan rumah ustadzah cukup besar, cukup ramai dan lumayan banyak kendaraan yang lalu lalang. Satu dari teman saya bertanya, “Nggak papa tu mbak, Amam main di situ?” sambil menunjuk ke arah Amam.

“Nggak papa, di sini lumayan aman.”
Dari satu tema tersebut, ustadzah bercerita agak panjang. Bahwa di wilayah tersebut tinggal orang – orang yang masih punya hubungan saudara dengan ustadzah. Ada rumah kakek neneknya Amam, rumah om dan tante – tantenya. Jadi kalau Amam dan kakak-kakaknya main, selalu ada yang mengawasi. Ustadzah merasa tenang. Kalau Aliza, Zahidah dan Amam hendak main dengan anak – anak yang terkenal nakal, tante ketiganya segera larang. Seperti saat ketiganya mendatangi anak – anak yang sedang main perkosa-perkosaan, maka tante ketiganya buru-buru melarang untuk bermain bersama anak-anak tersebut.
Haaa, main perkosa perkosaan? Sontak saya dan satu teman bertatapan menunjukkan wajah terkejut. Nggak bisa main yang lain ya? Dari situlah saya tahu tentang adanya anak yang main perkosa-perkosaan. Gimana cara mainnya, saya nggak tahu karena nggak lihat langsung. Tapi, dari mana anak-anak berumur sekitar 5 tahunan itu dapat kata perkosa? Ntahlah. Mungkin dari percakapan orang-orang di sekitar mereka, atau dari tontonan di TV. Prakteknya tahu nggak mereka? Allahu a’lam. Yang jelas, kalau tante Aliza, Zahidah dan Amam meralang ketiganya ikut permainan anak-anak tersebut, berarti permainan itu nggak baik.
Menyadari pemberitaan yang beredar di sekitar kita, banyak anak – anak yang bukan sekedar bermain dengan tema hal-hal buruk semacam main perkosa perkosaan, bahkan ada anak-anak yang sungguh melakukan perbuatan tak senonoh itu. Salah satunya seperti berita di link ini http://www.jpnn.com/read/2011/02/02/83508/Rumitnya-Kasus-5-Anak-Memperkosa-2-Korban-yang-Juga-Anak-Anak-.
Begitu mengancam pengaruh berbuat buruk kepada anak-anak, sampai-sampai teman sepengajian saya bercerita bahwa suaminya sangat protektif dengan anak perempuan mereka yang duduk dibangku kelas 1 SD. Karena takut ancaman keselamatan bagi anaknya, jadi korban penculikan, jadi korban perkosaan bahkan jadi pelaku perkosaan, mengerikan.
Dalam sistem kehidupan sekuler yang rusak ini, baiknya kita menjaga anak-anak kita dengan baik, seraya berjuang mengganti sistem rusak sekuler kapitalisme dengan sistem Islam. Dengan tata cara hidup yang berasal dari Sang Pencipta manusia Allah Swt, saya yakin anak kita bisa steril dari pengaruh buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Wa ma taufiqi illa billah

0 Comments

Post a Comment