Aku melamar jadi guru di bimbingan belajar yang satu itu bukan
untuk cari jodoh. Meskipun, sebelumnya beberapa proposal pernikahan udah
dilayangkan kebeberapa mak comblang. Tapi Allah Maha Tahu, siapa jodoh yang
tepat buatku dan kapan waktunya. So, aku santai saja melalui hari tanpa
kejelasan tentang jodoh.
Hari pertama ngajar, agak bingung waktu di tanya sama pria yang
jadi bos bimbel, “gimana caranya ajukan proposal?”
“Ha, maksudnya apa?”, ku jawab dengan menampakkan wajah kebingungan.
“Ya udahlah nanti aja”, beliau menutup pembicaraan.
Beberapa hari berikutnya, aku sedang duduk santai di ruang tunggu
bimbel tempatku ngajar, mengotak atik isi laptopku, sambil nunggu waktu ngajar
tiba. Agak kaget, waktu si bos tiba-tiba menghampiri dan duduk berjarak sekitar
satu setengah meter dihadapanku. Kami dipisahkan dengan meja. Ku lirik
murid-murid di samping kanan kiriku. Barangkali si bos ada keperluan dengan
mereka. Ternyata tidak, beliau ada keperluan denganku. Lalu beliau bertanya, “gimana
caranya kalau saya mau dengan orang Hizbut Tahrir?”
Saya langsung tersentak mendengarnya. Ternyata proposal yang
dimaksud tentang ini. Si bos sedang mencari istri. Beliau ingin cewek anak
pengajian. Katanya, ingin ada teman untuk bersama belajar Islam. Agak gugup aku
jawab, “Ia nanti ditanyakan sama guru ngaji dulu.”
Terus terang aku juga bingung gimana jawabnya. Kalau dijawab
panjang lebar, kan nggak pada tempatnya. Dia orang asing bagiku. Kalau dijawab
singkat, aku tak pandai melakukannya. Sejak hari itu aku rajin konsultasi
dengan pembinaku. Beliau menyarankan, agar aku menawarkan diri kepada bos
bimbel itu.
“Haaa, menawarkan diri? Tapi, kenapa aku harus malu?” Pikirku.
Ibunda Siti Khadijah bukannya berbuat demikian, mengajukan diri untuk dilamar
oleh Muhammad Rasulullah Saw. Bukannya ini lebih mulia, dibanding menawarkan
diri untuk dipacari atau digauli.
Singkat cerita, sebulan kemudian beliau datang ke rumah untuk
melamarku. Dan empat bulan kemudian, kami menikah.
Kurang lebih, enam bulan aku berkenalan dengan suamiku. Dua bulan
ku pelajari dirinya ‘dari jauh’, tanpa sepengetahuannya. Sampai akhirnya hati
ini mantap untuk dilamar olehnya. Proses ta’aruf singkat selama 4 bulan mampu
meyakinkan kami ke jenjang pernikahan. Aku nggak menyangka, ini jalan bertemu
jodohku. Untung waktu itu aku beranikan diri untuk mengutus seorang teman mengantarkan
proposal pernikahanku pada si bos bimbel, hehee.
Aku ingin meyakinkan kalian wahai saudaiku, bahwa jodoh kita
sungguh telah diatur olehnya. Tak perlu takut kehilangan kesempatan bertemu
pria yang bersedia memperistri kita. Allah yang menjamin. Kan Allah Swt udah
bilang,
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum
yang berfikir”.(Ar Ruum : 21).
Tak percayakah pada janji Allah? Nih ditambah dalilnya biar makin
percaya. dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan
kami pasti dipenuhi”. (QS 17:108).
So, kalau jodoh itu pasti, buat apa mencarinya dengan jalan
pacaran? Cuma buat dosa saja, iya kan?
0 Comments
Post a Comment