Friday, May 29, 2015

Jodohku


Aku melamar jadi guru di bimbingan belajar yang satu itu bukan untuk cari jodoh. Meskipun, sebelumnya beberapa proposal pernikahan udah dilayangkan kebeberapa mak comblang. Tapi Allah Maha Tahu, siapa jodoh yang tepat buatku dan kapan waktunya. So, aku santai saja melalui hari tanpa kejelasan tentang jodoh.
Hari pertama ngajar, agak bingung waktu di tanya sama pria yang jadi bos bimbel, “gimana caranya ajukan proposal?”
“Ha, maksudnya apa?”, ku jawab dengan menampakkan wajah kebingungan.
“Ya udahlah nanti aja”, beliau menutup pembicaraan.
Beberapa hari berikutnya, aku sedang duduk santai di ruang tunggu bimbel tempatku ngajar, mengotak atik isi laptopku, sambil nunggu waktu ngajar tiba. Agak kaget, waktu si bos tiba-tiba menghampiri dan duduk berjarak sekitar satu setengah meter dihadapanku. Kami dipisahkan dengan meja. Ku lirik murid-murid di samping kanan kiriku. Barangkali si bos ada keperluan dengan mereka. Ternyata tidak, beliau ada keperluan denganku. Lalu beliau bertanya, “gimana caranya kalau saya mau dengan orang Hizbut Tahrir?”

Saya langsung tersentak mendengarnya. Ternyata proposal yang dimaksud tentang ini. Si bos sedang mencari istri. Beliau ingin cewek anak pengajian. Katanya, ingin ada teman untuk bersama belajar Islam. Agak gugup aku jawab, “Ia nanti ditanyakan sama guru ngaji dulu.”
Terus terang aku juga bingung gimana jawabnya. Kalau dijawab panjang lebar, kan nggak pada tempatnya. Dia orang asing bagiku. Kalau dijawab singkat, aku tak pandai melakukannya. Sejak hari itu aku rajin konsultasi dengan pembinaku. Beliau menyarankan, agar aku menawarkan diri kepada bos bimbel itu.
“Haaa, menawarkan diri? Tapi, kenapa aku harus malu?” Pikirku. Ibunda Siti Khadijah bukannya berbuat demikian, mengajukan diri untuk dilamar oleh Muhammad Rasulullah Saw. Bukannya ini lebih mulia, dibanding menawarkan diri untuk dipacari atau digauli.
Singkat cerita, sebulan kemudian beliau datang ke rumah untuk melamarku. Dan empat bulan kemudian, kami menikah.
Kurang lebih, enam bulan aku berkenalan dengan suamiku. Dua bulan ku pelajari dirinya ‘dari jauh’, tanpa sepengetahuannya. Sampai akhirnya hati ini mantap untuk dilamar olehnya. Proses ta’aruf singkat selama 4 bulan mampu meyakinkan kami ke jenjang pernikahan. Aku nggak menyangka, ini jalan bertemu jodohku. Untung waktu itu aku beranikan diri untuk mengutus seorang teman mengantarkan proposal pernikahanku pada si bos bimbel, hehee.
Aku ingin meyakinkan kalian wahai saudaiku, bahwa jodoh kita sungguh telah diatur olehnya. Tak perlu takut kehilangan kesempatan bertemu pria yang bersedia memperistri kita. Allah yang menjamin. Kan Allah Swt udah bilang,
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.(Ar Ruum : 21).
Tak percayakah pada janji Allah? Nih ditambah dalilnya biar makin percaya. dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. (QS 17:108).
So, kalau jodoh itu pasti, buat apa mencarinya dengan jalan pacaran? Cuma buat dosa saja, iya kan?

0 Comments

Post a Comment