Friday, May 22, 2015

Gara - Gara Gaul Tanpa Batas



Tertawanya unik dan renyah. Senyumnya merekah dan sering menampakkan wajah ceria. Siapa tak senang dengan wajah yang ramah. Sejuk hati melihatnya. Demikian yang dirasakan gadis ini pada pembimbingnya. 

Si bapak pegawai kantor layaknya magnet yang menarik gadis itu untuk selalu ingin dekat dengannya. Kebetulan  si bapak memang bertugas mendampinginya di masa pelatihan kerja. Tiap hari begitu terus, ingin dekat dengan si bapak. Kalo si bapak hilang dari peredaran, si gadis serta merta merasa kehilangan. Ia langsung saja mengitari kantor hanya untuk tahu dimana keberadaan si bapak.

Perasaan apa yang merasukinya? Ah, tapi dia pun tak menyadari hal itu. Beberapa minggu berkenalan terdengar kabar, rupanya si bapak sudah menikah. Sudah tiga tahun usia pernikahannya. Si bapak dan istri  sedang merindukan tangis bayi di rumah mereka.

Apa yang terjadi pada si gadis? Gadis itu mendadak lemas. Seperti disambar petir di siang bolong, terkejut bukan kepalang. Lagi pula, siapa yang bilang si bapak lajang? Tidak ada yang mengatakan sebelumnya bahwa si bapak masih bujangan. Gadis ini saja yang luput dari berfikir demikian. Selama ini, dia hanya terlena dengan sosok menyenangkan si bapak.

Bila pembaca berfikir gadis itu akan berhenti dari angan-angan semunya, kalian salah. Dia tahu sudah terjebak dengan perasaannya. Tapi dia berpikir, “Tidak jadi masalah. Selama hati yang berkata, ikuti saja.” 

Jadi, dia ogah melepas yang telah singgah. Sakit hati hanya sebentar. Tak peduli status si bapak, dia tetap melakoni apa yang disebutnya sebagai kata hati. Ia larut, menikmati hari-harinya di kantor.

Nafsu tak punya batas jika ia tak kenal kontrol akal. Malah semakin lama menuntut kepuasan yang lebih. Begitu pula dengan si gadis, ingin melangkah lebih dari sekedar bercengkrama di kantor. Ia ingin jalan bareng. 

Si bapak tak keberatan. Baginya, ini hanya lelucon. Si bapak melayani tantangan si gadis. Sempat mereka makan bareng dan menjaga kedekatan sampai beberapa waktu. Hingga akhirnya, hubungan tanpa pelabuhan ini berhenti tatkala si gadis merasa hina pada dirinya.

Kisah ini tak akan ada jika masyarakat mengenal aturan dalam pergaulan. Gadis itu tidak akan sudi merendahkan dirinya, kalau ia mengerti adab bergaul antara pria dan wanita. Sayangnya, sistem kehidupan sekuler ini memang tak menyediakan aturan tentang pergaulan. 

Sistem hidup sekuler liberal justru mengajarkan gaul tanpa batas. Islamlah yang punya. Sebagai din sempurna, Islam memiliki tata pergaulan yang terperinci untuk dipraktekkan oleh semua manusia.      

Islam menjaga kehormatan manusia. Islam punya prinsip, naluri seksual pada manusia bertujuan untuk melestarikan generasi umat manusia hingga kiamat tiba. Artinya, memenuhi rasa suka sekedar ingin bersenang-senang saja dianggap penyimpangan dari hakikat naluri seksual. 

Untuk menjaga agar virus-virus cinta semu tidak berkembang di masyarakat, Islam menetapkan sejumlah hukum pergaulan yang banyak sekali jumlahnya. Diantaranya sebagai berikut :

Pertama, perintah bagi kaum muslim untuk menutup aurat di hadapan yang bukan mahramnya. Bagi lelaki muslim, auratnya ialah antara pusar dan lutut. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw : “Jika salah seorang dari kalian menikahkan pembantunya, baik budak maupun pegawainya,hendaklah ia tidak melihat apa-apa yang ada diantara pusar dan di atas lutut, karena itu adalah aurat. (HR. Abu Dawud)

Bagi wanita muslim, auratnya ialah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan. Sesuai firman Allah Swt:   “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya.” (QS. An Nur:31)

Yang dimaksud dengan ‘Yang biasa tampak daripadanya’ adalah wajah dan kedua telapak tangan. Ini diperkuat dengan hadist Rasulullah Saw: ”Sesungguhnya seorang anak perempuan jika telah (haid) baligh, tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan tangan.” (HR. Abu Dawud)

Wanita adalah perhiasan dunia. Sebaik-baik wanita adalah wanita sholeha. Khusus bagi muslimah, ia diperintahkan keluar rumah untuk menggunakan pakaian takwa. 

Yaitu kerudung dan jilbab. Allah Swt berfirman :
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS. An nur:31)

Khimar bermakna penutup kepala. Sedangkan juyub jamak dari jayb yang berarti kerah baju (thauq al-qamish), yaitu lubang baju pada leher dan dada. Dengan ungkapan lain, ayat ini mengatakan, hendaklah mengulurkan penutup kepala (kerudung) ke atas leher dan dada mereka. 

Sementara perintah menggunakan jilbab ada dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 : 

 “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".

‘Mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh’ bermakna menggunakan pakaian lurus tanpa berpotongan dan mengulurkannya hingga ke bawah (irkha).

Ketiga, pria dan wanita harus menundukkan pandangan. Allah Swt berfirman :

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya....”  (QS. An Nur:30-31).

Menurut ulama terkemuka Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nizhamul Ijtima’iy dikatakan, maksud dari menahan pandangan ialah menundukkan pandangan dari anggota tubuh wanita lebih dari wajah dan telapak tangannya.

Jadi, boleh saja pria dan wanita saling memandang yang bukan aurat masing-masing. Yaitu, bagi wanita boleh dipandang wajah dan telapak tangannya dan lelaki boleh dipandang selain apa yang ada diantara pusar dan lututnya. Hanya catatannya, pandangan tersebut tanpa disertai maksud untuk mencari kenikmatan dan kepuasan syahwat.

Keempat, pria dan wanita dilarang berkhalwat (berdua-duaan). Rasulullah Saw bersabda : “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.”    (HR. Bukhari).

Kelima, Islam telah menetapkan bahwa kehidupan pria dan wanita terpisah baik dalam kehidupan khusus yaitu di rumah, maupun dalam kehidupan umum. Artinya, para muslimah hendaknya terbiasa berkumpul dengan komunitasnya.  

Begitu juga dengan pria, alamiahnya berinteraksi lebih banyak dengan komunitasnya sendiri. Pria dan wanita boleh saja berinteraksi dalam perkara-perkara yang memang mengharuskan mereka untuk berinteraksi. 

Seperti dalam hal jual beli, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Itupun hanya sekedarnya saja. Selesai memenuhi kepentingan tersebut, mereka harus kembali kepada komunitas masing-masing.

Kisah seorang gadis yang senang dengan pembimbingnya di tempat kerja ini seharusnya tidak terjadi. Jika di dalam kantor tersebut berlaku aturan pergaulan Islam. Misalnya, ruang kerja pria dan wanita terpisah. 

Lalu interaksi terjadi hanya sebatas untuk keperluan bekerja saja. Tidak perlu dibumbui candaan yang tidak penting. Sesudah itu kembali ke ruang masing-masing. Si gadis sudah seharusnya memakai jilbab dan kerudung di sana. Serta masing-masing dari mereka senantiasa menjaga diri dari pandangan penuh syahwat.


0 Comments

Post a Comment