Tertawanya
unik dan renyah. Senyumnya merekah dan sering menampakkan wajah ceria. Siapa tak
senang dengan wajah yang ramah. Sejuk hati melihatnya. Demikian yang dirasakan
gadis ini pada pembimbingnya.
Si bapak pegawai kantor layaknya magnet yang menarik gadis itu untuk selalu ingin dekat dengannya. Kebetulan si bapak memang bertugas mendampinginya di masa pelatihan kerja. Tiap hari begitu terus, ingin dekat dengan si bapak. Kalo si bapak hilang dari peredaran, si gadis serta merta merasa kehilangan. Ia langsung saja mengitari kantor hanya untuk tahu dimana keberadaan si bapak.
Si bapak pegawai kantor layaknya magnet yang menarik gadis itu untuk selalu ingin dekat dengannya. Kebetulan si bapak memang bertugas mendampinginya di masa pelatihan kerja. Tiap hari begitu terus, ingin dekat dengan si bapak. Kalo si bapak hilang dari peredaran, si gadis serta merta merasa kehilangan. Ia langsung saja mengitari kantor hanya untuk tahu dimana keberadaan si bapak.
Perasaan
apa yang merasukinya? Ah, tapi dia pun tak menyadari hal itu. Beberapa minggu
berkenalan terdengar kabar, rupanya si bapak sudah menikah. Sudah tiga tahun
usia pernikahannya. Si bapak dan istri sedang merindukan tangis bayi di rumah mereka.
Apa
yang terjadi pada si gadis? Gadis itu mendadak lemas. Seperti disambar petir di
siang bolong, terkejut bukan kepalang. Lagi pula, siapa yang bilang si bapak lajang? Tidak ada yang
mengatakan sebelumnya bahwa si bapak masih bujangan. Gadis ini saja yang luput dari
berfikir demikian. Selama ini, dia hanya terlena dengan sosok menyenangkan si
bapak.
Bila
pembaca berfikir gadis itu akan berhenti dari angan-angan semunya, kalian salah.
Dia tahu sudah terjebak dengan perasaannya. Tapi dia berpikir, “Tidak jadi
masalah. Selama hati yang berkata, ikuti saja.”
Jadi, dia ogah melepas yang telah singgah. Sakit hati hanya sebentar. Tak peduli status si bapak, dia tetap melakoni apa yang disebutnya sebagai kata hati. Ia larut, menikmati hari-harinya di kantor.
Jadi, dia ogah melepas yang telah singgah. Sakit hati hanya sebentar. Tak peduli status si bapak, dia tetap melakoni apa yang disebutnya sebagai kata hati. Ia larut, menikmati hari-harinya di kantor.
Nafsu
tak punya batas jika ia tak kenal kontrol akal. Malah semakin lama menuntut
kepuasan yang lebih. Begitu pula dengan si gadis, ingin melangkah lebih dari
sekedar bercengkrama di kantor. Ia ingin jalan bareng.
Si bapak tak keberatan. Baginya, ini hanya lelucon. Si bapak melayani tantangan si gadis. Sempat mereka makan bareng dan menjaga kedekatan sampai beberapa waktu. Hingga akhirnya, hubungan tanpa pelabuhan ini berhenti tatkala si gadis merasa hina pada dirinya.
Si bapak tak keberatan. Baginya, ini hanya lelucon. Si bapak melayani tantangan si gadis. Sempat mereka makan bareng dan menjaga kedekatan sampai beberapa waktu. Hingga akhirnya, hubungan tanpa pelabuhan ini berhenti tatkala si gadis merasa hina pada dirinya.
Kisah
ini tak akan ada jika masyarakat mengenal aturan dalam pergaulan. Gadis itu
tidak akan sudi merendahkan dirinya, kalau ia mengerti adab bergaul antara pria
dan wanita. Sayangnya, sistem kehidupan sekuler ini memang tak menyediakan
aturan tentang pergaulan.
Sistem hidup sekuler liberal justru mengajarkan gaul tanpa batas. Islamlah yang punya. Sebagai din sempurna, Islam memiliki tata pergaulan yang terperinci untuk dipraktekkan oleh semua manusia.
Sistem hidup sekuler liberal justru mengajarkan gaul tanpa batas. Islamlah yang punya. Sebagai din sempurna, Islam memiliki tata pergaulan yang terperinci untuk dipraktekkan oleh semua manusia.
Islam
menjaga kehormatan manusia. Islam punya prinsip, naluri seksual pada manusia
bertujuan untuk melestarikan generasi umat manusia hingga kiamat tiba. Artinya,
memenuhi rasa suka sekedar ingin bersenang-senang saja dianggap penyimpangan
dari hakikat naluri seksual.
Untuk menjaga agar virus-virus cinta semu tidak berkembang di masyarakat, Islam menetapkan sejumlah hukum pergaulan yang banyak sekali jumlahnya. Diantaranya sebagai berikut :
Untuk menjaga agar virus-virus cinta semu tidak berkembang di masyarakat, Islam menetapkan sejumlah hukum pergaulan yang banyak sekali jumlahnya. Diantaranya sebagai berikut :
Pertama,
perintah bagi kaum muslim untuk menutup aurat di hadapan yang bukan mahramnya.
Bagi lelaki muslim, auratnya ialah antara pusar dan lutut. Sebagaimana sabda
Rasulullah Saw : “Jika salah seorang dari kalian menikahkan pembantunya, baik
budak maupun pegawainya,hendaklah ia tidak melihat apa-apa yang ada diantara
pusar dan di atas lutut, karena itu adalah aurat. (HR. Abu Dawud)
Bagi
wanita muslim, auratnya ialah seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan.
Sesuai firman Allah Swt: “Dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang biasa tampak daripadanya.” (QS. An Nur:31)
Yang
dimaksud dengan ‘Yang biasa tampak daripadanya’ adalah wajah dan kedua telapak
tangan. Ini diperkuat dengan hadist Rasulullah Saw: ”Sesungguhnya seorang anak
perempuan jika telah (haid) baligh, tidak boleh terlihat dari dirinya kecuali
wajah dan kedua tangannya hingga pergelangan tangan.” (HR. Abu Dawud)
Wanita
adalah perhiasan dunia. Sebaik-baik wanita adalah wanita sholeha. Khusus bagi
muslimah, ia diperintahkan keluar rumah untuk menggunakan pakaian takwa.
Yaitu kerudung dan jilbab. Allah Swt berfirman :
Yaitu kerudung dan jilbab. Allah Swt berfirman :
“Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS. An nur:31)
Khimar
bermakna penutup kepala. Sedangkan juyub jamak dari jayb yang berarti kerah
baju (thauq al-qamish), yaitu lubang baju pada leher dan dada. Dengan ungkapan
lain, ayat ini mengatakan, hendaklah mengulurkan penutup kepala (kerudung) ke
atas leher dan dada mereka.
Sementara perintah menggunakan jilbab ada dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 :
Sementara perintah menggunakan jilbab ada dalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 59 :
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu,
anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
‘Mengulurkan
jilbabnya ke seluruh tubuh’ bermakna menggunakan pakaian lurus tanpa
berpotongan dan mengulurkannya hingga ke bawah (irkha).
Ketiga,
pria dan wanita harus menundukkan pandangan. Allah Swt berfirman :
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada
wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya....” (QS. An Nur:30-31).
Menurut
ulama terkemuka Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Nizhamul Ijtima’iy
dikatakan, maksud dari menahan pandangan ialah menundukkan pandangan dari
anggota tubuh wanita lebih dari wajah dan telapak tangannya.
Jadi,
boleh saja pria dan wanita saling memandang yang bukan aurat masing-masing. Yaitu,
bagi wanita boleh dipandang wajah dan telapak tangannya dan lelaki boleh
dipandang selain apa yang ada diantara pusar dan lututnya. Hanya catatannya,
pandangan tersebut tanpa disertai maksud untuk mencari kenikmatan dan kepuasan
syahwat.
Keempat,
pria dan wanita dilarang berkhalwat (berdua-duaan). Rasulullah Saw bersabda : “Janganlah
sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika
wanita itu disertai mahramnya.” (HR.
Bukhari).
Kelima,
Islam telah menetapkan bahwa kehidupan pria dan wanita terpisah baik dalam
kehidupan khusus yaitu di rumah, maupun dalam kehidupan umum. Artinya, para
muslimah hendaknya terbiasa berkumpul dengan komunitasnya.
Begitu juga dengan pria, alamiahnya berinteraksi lebih banyak dengan komunitasnya sendiri. Pria dan wanita boleh saja berinteraksi dalam perkara-perkara yang memang mengharuskan mereka untuk berinteraksi.
Seperti dalam hal jual beli, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Itupun hanya sekedarnya saja. Selesai memenuhi kepentingan tersebut, mereka harus kembali kepada komunitas masing-masing.
Begitu juga dengan pria, alamiahnya berinteraksi lebih banyak dengan komunitasnya sendiri. Pria dan wanita boleh saja berinteraksi dalam perkara-perkara yang memang mengharuskan mereka untuk berinteraksi.
Seperti dalam hal jual beli, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Itupun hanya sekedarnya saja. Selesai memenuhi kepentingan tersebut, mereka harus kembali kepada komunitas masing-masing.
Kisah
seorang gadis yang senang dengan pembimbingnya di tempat kerja ini seharusnya
tidak terjadi. Jika di dalam kantor tersebut berlaku aturan pergaulan Islam. Misalnya,
ruang kerja pria dan wanita terpisah.
Lalu interaksi terjadi hanya sebatas untuk keperluan bekerja saja. Tidak perlu dibumbui candaan yang tidak penting. Sesudah itu kembali ke ruang masing-masing. Si gadis sudah seharusnya memakai jilbab dan kerudung di sana. Serta masing-masing dari mereka senantiasa menjaga diri dari pandangan penuh syahwat.
Lalu interaksi terjadi hanya sebatas untuk keperluan bekerja saja. Tidak perlu dibumbui candaan yang tidak penting. Sesudah itu kembali ke ruang masing-masing. Si gadis sudah seharusnya memakai jilbab dan kerudung di sana. Serta masing-masing dari mereka senantiasa menjaga diri dari pandangan penuh syahwat.
0 Comments
Post a Comment