Hari itu kampusku gempar. Kabarnya, sepasang muda mudi yang
terdaftar sebagai mahasiswa di kampusku mengalami kecelakaan motor. Motor yang
mereka tumpangi tak terelakkan, terbentur sebuah mobil truk berbadan besar.
Innalillahi
wa inna ilaihi raji’un, satu dari mereka menghembuskan nafas di tempat. Ia
gadis yang kuliah baru seumur jagung. Belum genap setahun. Sementara yang pria
sekarat dan segera dilarikan ke rumah sakit oleh pak polisi. Mengenai supir
truk, tak mau diamuk massa dia buru-buru melarikan mobilnya ke kantor polisi
untuk menyerahkan diri.
Bagai ditampar, semua yang mendengar terkejut dan sedih. Siapa yang
menyangka, mahasiswi yang tadinya baru saja berada di kampus, ceria dan
bercanda bersama teman-temannya, lalu pulang diantar pacarnya, kini telah
terbujur kaku tak bernyawa dalam keadaan mengenaskan. Keluarga berduka,
teman-teman pun berbela sungkawa. Surat kabar memuat kejadian itu dan media
sosial ramai membicarakan selama beberapa hari.
Begitulah hidup, rahasianya hanya Allah yang tahu. Saya ikut sedih
dengan peristiwa itu. Semakin tersadar diri ini, bahwa hidup di dunia
sementara. Ada saat dimana nyawa berpisah dari raga. Kematian, tak kenal tua
ataupun muda. Siapa saja, bila sudah tiba saatnya akan kembali kepada Rabbnya.
Dan yang paling dikhawatirkan adalah
pertanggungjawabannya.
Firman Allah Swt :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan
pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga,
maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah
kesenangan yang memperdayakan”(QS. Ali Imran:185).
Sobat, kita tidak tahu, sama sekali tidak tahu kapan giliran kita. Kapanpun
bisa. Tidak peduli kita siap atau sebaliknya. Tidak peduli sedang taat atau
sedang maksiat. Hari itu akan datang.
Itu yang semakin membuat saya sedih. Karena gadis itu berpulang
dalam keadaan berduaan dengan pacarnya. Gadis itu kembali pada Rabbnya saat
bermaksiat. Bagaimana pertanggungjawaban dihadapan Allah kelak?
“Ya Allah, berikan ampunanMu padanya. Ya Allah, jadikanlah amal
ibadah selama hidupnya sebagai pemberat timbangan kebaikan dihadapanMu”. Itulah
harapan kita kepada teman kita yang sudah tiada. Meski kita tidak tahu apa
Allah mengampuni dosa-dosa beliau atau tidak.
Sobat, mari kita belajar dari peristiwa kematian di sekitar kita. Kita
mau menyambutnya dengan apa? Bergelimang amalan baik ataukah sebaliknya? Sedang
taat atau bermaksiat? Sebelum masa itu tiba, terbuka lebar kesempatan bagi kita
untuk mengisi hidup dengan amal baik. Kita hanya bisa berusaha melakukan yang
terbaik dalam hidup ini.Sebelum terlambat, mari berbenah.
Semoga Allah memperkenankan kita berpulang padaNya dalam keadaan
sedang sholat, sedang bertaubat, sedang mengkaji Islam, sedang berdakwah,
sedang memikirkan keadaan umat, sedang mendoakan kebangkitan Islam dan sedang
melakukan amalan-amalan yang disukai Allah Swt lainnya, amin. Sungguh, kita
berharap mati dalam keadaan khusnul khatimah.
kutipan seorang penyair |
0 Comments
Post a Comment