Picture by http://3.bp.blogspot.com/ |
Dua jempol untuk Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang tidak
takut jika cukai minuman keras (miras) sebesar Rp. 6 trilyun hilang akibat
kebijakan pelarangan penjualan miras di Minimarket. Terbitnya Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) nomor 06/M-DAG/PE/1/2015 menandai pelarangan menjual
miras di Minimarket yang mulai berlaku pada April 2015.
Tapi terpaksa saya katakan, dua jempol yang bukan tegak menghadap
ke atas, melainkan dua jempol menghadap ke bawah buat pak Menteri. Artinya,
kebijakan tersebut tidak layak mendapat apresiasi masyarakat. Mengapa? Karena
kebijakan tersebut bukan menghilangkan sama sekali minuman keras dari
peredaran. Melainkan hanya memindahkannya saja. Jika pada awalnya penjualan
miras marak di banyak mini market, kini dilarang dan ditingkatkan penjualan
miras di restoran dan hotel. Kehilangan cukai miras 6 trilyun karena kebijakan
tersebut pun tak berarti apa-apa. Sebab sebenarnya keuntungan yang diperoleh
jauh lebih besar dari jumlah tersebut. Pak Menteri meyakini negara akan
mendapat tambahan pemasukan dari pajak pertambahan nilai (PPn 10%) dan biaya
layanan (service charge 11%) bila miras dikonsumsi di hotel atau restoran.
Jadi, kalau ada wacana di dunia maya bahwa kebijakan menjual miras
di Minimarket demi menyelamatkan generasi muda, tidak bisa diterima. Sebab,
faktanya masyarakat masih bisa dengan mudah mendapatkan miras di hotel dan
restoran. Hanya bedanya, harga miras di restoran dan hotel jauh lebih mahal
saja. Begitulah kebijakan yang lahir dari sistem demokrasi, pertimbangan
utamanya adalah keuntungan semata. Jangan mimpi kejahatan akbiat miras hilang
dalam sistem demokrasi. Jangan mimpi akal masyarakat dijaga dengan baik oleh
pemerintahan demokrasi.
Lain halnya jika kebijakan negara lahir dari sistem Islam. Standar
perbuatan dalam Islam bukan keuntungan melainkan halal dan haram. Meski pajak
miras menguntungkan bagi negara, ketika ia diharamkan Allah Swt maka tidak
boleh beredar. Hanya non muslim/ ahlul dzimmah yang diperbolehkan oleh
pemerintahan Islam untuk meminum miras. Itupun dilakukan dalam kehidupan
pribadi dan tidak dilakukan di muka umum. Tidak diperbolehkan pula bagi mereka
untuk memperjual belikannya secara umum. Hal ini sebagaimana pendapat Mazhab
Imam Abu Hanifah. Siapa saja yang menjual miras akan disanksi sesuai syariat
Islam. Membasmi miras hanya dengan menerapkan syariat Islam dalam naungan
Khilafah Rasyidah Islamiyah. Wallahu a’lam.
Ada perbaikan secara bertahap di negara ini, sudah bagus. Selanjutnya mari saling menjaga agar terhindar dari hal2 tercela, terutama yang dimurkai Allah
ReplyDeletegak ngerti ni, komentnya kok gak muncul
ReplyDelete