dok. pribadi |
Ini Usi
dan Sila. Kedua gadis kecil ini pernah menjadi muridku di bimbingan belajar
yang aku kelola bersama suami. Usaha keluargaku memang mengelola bimbingan
belajar bagi anak-anak tingkat dasar, pertama maupun tingkat menengah. Setahun
sudah mereka tidak lagi belajar di bimbelku. Sekarang, usia Usi dan Sila
sekitar 9 tahun. Mereka anak kembar loh. Tapi kok gak mirip ya.
Mereka
seperti anak-anak lainnya, ceria dan senang bermain. Konsentrasi belajar mereka
hanya bertahan sekitar 30 menit awal. Selebihnya mereka pasti berulah yang
macam-macam. Seringnya, mereka senang mengajak gurunya untuk ngobrol.
Obrolannya bukan tentang pelajaran, tapi tentang berbagai hal. Mulai dari
cerita tentang adik mereka yang sangat disayangi, teman-teman di sekolah hingga
seputar aktivitas mereka di rumah. Benar, tidak ada salahnya mereka bercerita.
Karena itu menunjukkan mereka adalah anak-anak yang percaya diri dan mampu
menyampaikan sesuatu dengan baik kepada orang lain. Hanya saja itu masih jam
belajar. Sesuai komitmen di bimbel, kalau waktunya belajar ya belajar.
Setelelah selesai baru boleh bercerita. Jadi, aku sering menegur mereka dan
mengehentikan jika mereka mulai mengajakku bercerita pada jam belajar.
Diantara
Usi dan Sila, yang lebih dulu keluar dari perut mama mereka adalah Usi. Maka
Usi itu kakaknya Sila. Kelihatannya, Usi memang lebih dewasa dibanding Sila.
Sila cenderung mengikuti tingkah kakaknya.
Usi sang pemimpin, tak hanya
memimpin adiknya, tapi juga teman-temannya di sekolah. Suatu saat Usi pernah
berinisiatif membuat perlombaan menggambar untuk teman-temannya. Yang jadi
panitia ya mereka berdua. Usi ketuanya, Sila anggotanya. Hadiah pemenang adalah
buku yang mereka beli dari uang mereka sendiri. Kreatif ya.
Hanya,
belakangan Usi agak mengkhawatirkan. Beberapa waktu sebelum berhenti belajar di
bimbelku, prilaku Usi terlihat kurang wajar. Tidak seperti biasanya, ceria dan
senang bermain. Justru, ia lebih sering terlihat melamun saat belajar.
Kalau
sebelumnya konsentrasi belajar ada 30 menit di awal pelajaran, saat itu dari awal
hingga akhir les Usi kehilangan tak bersemangat belajar. Dalam beberapa
pertemuan dengan Usi yang sikapnya berubah, aku belum mampu mendeteksi
penyebabnya. Sampai suatu hari aku berkunjung ke rumah tetangga
Usi yang
kebetulan adalah teman satu pengajianku. Beliau bercerita kalau pernah tanpa
sengaja membaca buku catatan kecil Usi. Terkejutnya diriku karena di buku itu
tertulis bahwa Usi mencintai seorang anak laki-laki teman sepermainannya. Tak
menyangka anak sekecil itu sudah mengenal suka dengan lawan jenis?
Sejenak
aku menenangkan pikiran, mengapa itu bisa terjadi. Kalau aku ingat-ingat lagi,
sebenarnya ini bukan hanya terjadi pada Usi. Tapi banyak anak-anak lainnya yang
terserang penyakit seperti itu. Bahkan ada temanku bercerita bahwa dulu
temannya menjalin hubungan dengan wakil kepala sekolah saat mereka duduk di
bangku SD. Menyedihkan.
Tak pantas anak sekecil Usi memiliki perasaan istimewa
pada lelaki. Selain mengganggu masa belajarnya, rasa suka itu bisa menstimulus
Usi untuk menjalin hubungan lebih intim dengan si anak lelaki. Bukan tak
mungkin nantinya ia akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang memang saat
ini sudah menjadi kebiasaan di kalangan pemuda.
Itu artinya, Usi akan terjerumus
ke dalam dosa besar. Na’udzubillah. Aku tak tahu apa mama Usi dan Sila juga
sudah mengetahui hal ini atau malah sudah menanggulanginya. Sebab aku tidak
pernah berkesempatan untuk ngobrol dengan mama Usi dan Sila. Harapanku, semoga
orangtua Usi lebih peka dan mengatasi persoalan ini secepatnya.
TV-lah
salah satu biang yang mendorong munculnya rasa suka dengan lawan jenis.
Sinetron-sinetron tak bermutu yang hanya berisi cerita muda-mudi berpacaran
menjamur di TV. Bahkan tayangan kartun tak lepas dari cerita pasangan kekasih.
Seperti Nobita yang suka dengan Susuka dalam tayangan kartun Doraemon. Dan
banyak lagi yang lainnya. TV yang ikut mendidik anak-anak di rumah- rumah
mereka. Termasuk Usi dan Sila. Sehingga, Usi cepat merasakan rangsangan pada
perasaannya terhadap lawan jenis.
Sayang, pemerintah tak memiliki kekuatan
untuk melarang TV menayangkan hal-hal tak bermanfaat. Karena pemerintah berdiri
di atas dasar sekulerisme kapitalis yang membebaskan keburukan berkembang luas
tanpa kontrol. Usi dan Sila, semoga kalian selamat dari cengkraman pergaulan
bebas. Umi sayang kalian.
0 Comments
Post a Comment