Sunday, December 28, 2014

USI dan SILA

dok. pribadi

Ini Usi dan Sila. Kedua gadis kecil ini pernah menjadi muridku di bimbingan belajar yang aku kelola bersama suami. Usaha keluargaku memang mengelola bimbingan belajar bagi anak-anak tingkat dasar, pertama maupun tingkat menengah. Setahun sudah mereka tidak lagi belajar di bimbelku. Sekarang, usia Usi dan Sila sekitar 9 tahun. Mereka anak kembar loh. Tapi kok gak mirip ya. 
Mereka seperti anak-anak lainnya, ceria dan senang bermain. Konsentrasi belajar mereka hanya bertahan sekitar 30 menit awal. Selebihnya mereka pasti berulah yang macam-macam. Seringnya, mereka senang mengajak gurunya untuk ngobrol. 
Obrolannya bukan tentang pelajaran, tapi tentang berbagai hal. Mulai dari cerita tentang adik mereka yang sangat disayangi, teman-teman di sekolah hingga seputar aktivitas mereka di rumah. Benar, tidak ada salahnya mereka bercerita. 
Karena itu menunjukkan mereka adalah anak-anak yang percaya diri dan mampu menyampaikan sesuatu dengan baik kepada orang lain. Hanya saja itu masih jam belajar. Sesuai komitmen di bimbel, kalau waktunya belajar ya belajar. Setelelah selesai baru boleh bercerita. Jadi, aku sering menegur mereka dan mengehentikan jika mereka mulai mengajakku bercerita pada jam belajar. 
Diantara Usi dan Sila, yang lebih dulu keluar dari perut mama mereka adalah Usi. Maka Usi itu kakaknya Sila. Kelihatannya, Usi memang lebih dewasa dibanding Sila. Sila cenderung mengikuti tingkah kakaknya. 
Usi sang pemimpin, tak hanya memimpin adiknya, tapi juga teman-temannya di sekolah. Suatu saat Usi pernah berinisiatif membuat perlombaan menggambar untuk teman-temannya. Yang jadi panitia ya mereka berdua. Usi ketuanya, Sila anggotanya. Hadiah pemenang adalah buku yang mereka beli dari uang mereka sendiri. Kreatif ya. 
Hanya, belakangan Usi agak mengkhawatirkan. Beberapa waktu sebelum berhenti belajar di bimbelku, prilaku Usi terlihat kurang wajar. Tidak seperti biasanya, ceria dan senang bermain. Justru, ia lebih sering terlihat melamun saat belajar. 
Kalau sebelumnya konsentrasi belajar ada 30 menit di awal pelajaran, saat itu dari awal hingga akhir les Usi kehilangan tak bersemangat belajar. Dalam beberapa pertemuan dengan Usi yang sikapnya berubah, aku belum mampu mendeteksi penyebabnya. Sampai suatu hari aku berkunjung ke rumah tetangga 
Usi yang kebetulan adalah teman satu pengajianku. Beliau bercerita kalau pernah tanpa sengaja membaca buku catatan kecil Usi. Terkejutnya diriku karena di buku itu tertulis bahwa Usi mencintai seorang anak laki-laki teman sepermainannya. Tak menyangka anak sekecil itu sudah mengenal suka dengan lawan jenis? 
Sejenak aku menenangkan pikiran, mengapa itu bisa terjadi. Kalau aku ingat-ingat lagi, sebenarnya ini bukan hanya terjadi pada Usi. Tapi banyak anak-anak lainnya yang terserang penyakit seperti itu. Bahkan ada temanku bercerita bahwa dulu temannya menjalin hubungan dengan wakil kepala sekolah saat mereka duduk di bangku SD. Menyedihkan. 
Tak pantas anak sekecil Usi memiliki perasaan istimewa pada lelaki. Selain mengganggu masa belajarnya, rasa suka itu bisa menstimulus Usi untuk menjalin hubungan lebih intim dengan si anak lelaki. Bukan tak mungkin nantinya ia akan terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang memang saat ini sudah menjadi kebiasaan di kalangan pemuda. 
Itu artinya, Usi akan terjerumus ke dalam dosa besar. Na’udzubillah. Aku tak tahu apa mama Usi dan Sila juga sudah mengetahui hal ini atau malah sudah menanggulanginya. Sebab aku tidak pernah berkesempatan untuk ngobrol dengan mama Usi dan Sila. Harapanku, semoga orangtua Usi lebih peka dan mengatasi persoalan ini secepatnya. 
TV-lah salah satu biang yang mendorong munculnya rasa suka dengan lawan jenis. Sinetron-sinetron tak bermutu yang hanya berisi cerita muda-mudi berpacaran menjamur di TV. Bahkan tayangan kartun tak lepas dari cerita pasangan kekasih. 
Seperti Nobita yang suka dengan Susuka dalam tayangan kartun Doraemon. Dan banyak lagi yang lainnya. TV yang ikut mendidik anak-anak di rumah- rumah mereka. Termasuk Usi dan Sila. Sehingga, Usi cepat merasakan rangsangan pada perasaannya terhadap lawan jenis. 
Sayang, pemerintah tak memiliki kekuatan untuk melarang TV menayangkan hal-hal tak bermanfaat. Karena pemerintah berdiri di atas dasar sekulerisme kapitalis yang membebaskan keburukan berkembang luas tanpa kontrol. Usi dan Sila, semoga kalian selamat dari cengkraman pergaulan bebas. Umi sayang kalian.

0 Comments

Post a Comment