Picture by |
Lingkungan
memiliki magnet yang dapat mempengaruhi diri kita sedemikian rupa. Lingkungan
yang baik berdampak baik. Demikian sebaliknya. Meski begitu, tetap ada yang
namanya produk gagal. Lingkungan ibarat mesin.
Ketika ia ingin memproduksi
produk A, sedikit darinya pasti gagal berproduksi. Begitulah alamiahnya.
Sebagai bukti bahwa makhluk di alam ini adalah lemah.
Lingkungan
kehidupan berbangsa dan bernegara kita saat ini dikepung oleh pengaruh
liberalisme. Diantaranya liberalisasi ekonomi. Liberalisasi ekonomi terlihat
salah satunya dari kebijakan menaikkan harga BBM sebagai pelaksanaan doktrin
‘pencabutan subsidi’.
Pencabutan subsisdi merupakan ciri khas dari ideologi
kapitalisme neo-liberal. Kebijakan tersebut menandai liberalisasi migas di
sektro hilir. Pihak swasta atau asing semakin leluasa bermain dalam bisnis
eceran migas khususnya BBM, setelah mereka menguasai sektor hulu. Sebut saja
SPBU milik Petronas, Shell dan Total telah eksis di Indonesia.
Anehnya
gejolak penolakan oleh masyarakat terhadap kebijakan tersebut tidak begitu
terasa. Masyarakat sepertinya anteng-anteng saja. Berbeda dari reaksi atas
kenaikan harga BBM sebelumnya yang memanas hampir di seluruh wilayah. Dalam hal
ini media sangat berperan besar.
Media khususnya TV tidak memblow up
besar-besaran setiap aksi penolakan harga BBM. Justru yang ditonjolkan adalah
aksi pemerintah menyatakan berbagai alasan agar rakyat menerima keputusan
mereka meski rakyat merasakan sengsara karenanya.
Kedepan,
liberalisasi ekonomi akan semakin tampak saat pemberlakuan secara penuh
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) pada Desember 2015. MEA mengharuskan
liberalisasi di bidang perdagangan, pasar tenaga kerja, jasa, pertanian,
finansial, pasar modal dan investasi.
Hal itu juga akan diikuti dengan
liberalisasi pendidikan, budaya bahkan juga perilaku dan pemikiran. Bukan tidak
mungkin prilaku masyarakat nantinya semakin bebas, bergaul bebas dan
pemikirannya bebas jauh dari agama. Sosialisasi MEA bukan hanya dilakukan di
media.
Tetapi juga dalam bentuk seminar di kampus-kampus. MEA digambarkan
begitu indah dan membawa keuntungan bagi Indonesia. Begitulah, suasana yang
dikondisikan sebagai upaya membentuk masyarakat yang pro liberalisme.
Sebagai
muslim, kita harus menjadi produk gagal dari liberalisme yang tidak terpengaruh
oleh kata-kata manis pemerintah. Justru kita harus melawan kebijakan zholim itu
karena kita tahu fakta yang sebenarnya. Kita harus melawan arus liberalisme
karena kita punya Islam yang sempurna, yang mampu mengatasi segala kerusakan
yang ada. Wallahu a’lam
0 Comments
Post a Comment