Friday, November 14, 2014

Sadarlah, HAM itu rusak

kasuspelanggaranham.blogspot.com 
“HAM itu memang bukan dari Islam, tetapi ia memiliki sisi positif yang mesti diperhitungkan. Contohnya, seorang guru tidak akan memukul muridnya karena takut melanggar HAM si murid”. Seorang teman berstatus aktivis dakwah kampus berkata demikian kepada saya. Bisa diterima argumennya? Sekilas pendapat tersebut tampak benar. Tetapi jika dipandang dari kacamata Islam, tunggu dulu.
Islam mengajarkan seorang muslim untuk memandang segala sesuatu berdasarkan halal haram, bukan sekedar manfaat. Salah satu dalilnya terdapat didalam Al Qur’an surat Al Ahzab ayat 36 yang berbunyi : ”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata”.
 Jika mengambil sesuatu karena manfaat, maka yang haram bisa jadi halal karena ada manfaatnya. Sebaliknya yang halal bisa jadi haram saat tak ada manfaatnya bagi manusia. Itu artinya ketetapan Allah dapat berubah-ubah sesuai manfaat yang ingin diraih oleh seseorang dari sesuatu hal. Pacaran misalnya, Allah telah menetapkan perbuatan tersebut terkategori haram. Namun bagi pelakunya pasti merasakan manfaat dari hubungan yang tidak diridhai Allah itu. Si cewek akan merasa senang ada yang nraktir makan, ada yang antar jemput, ada yang ngapel malam mingguan. Atau kalau yang sedikit Islami, ada yang ngingatin sholat, ada teman belajar bareng dan lain sebagainya. Lantas dengan manfaat sebanyak itu, bisakah pacaran menjadi halal? Aktivis pacaran sekalipun tahu pasti pacaran itu bukan hubungan sah dimata Allah. Nikah itu yang halal, sebaliknya sekali lagi, pacaran haram.
Yang disayangkan, sudah terlanjur menjadi kebiasaan di masyarakat untuk mengukur segala sesuatu dari sisi positifnya, alias manfaatnya. Terpaksa dimaklumi. Karena secara jujur kita mengakui kalau cara pandang Islam memang jauh dari kehidupan kaum muslim era kini.  Tetapi kalau yang memiliki pemikiran seperti itu adalah mahasiswa, aktivis dakwah pula, ironis sekali. Bukankah seharusnya pengemban dakwah adalah dia yang ingin memperbaiki pemikiran umat dari yang tidak Islam menjadi Islam? Bukankah aktivis dakwah adalah mereka yang akan selalu menjaga kemurnian ide Islamnya tanpa tercampur dengan pemahaman diluar Islam?
Pengertian HAM banyak sekali. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa tokoh. Diantaranya, menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia. Austin dan Ranney mengatakan bahwa HAM adalah ruang kebebasan individu yang dirumuskan secara jelas dalam konstitusi dan dijamin pelaksanaannya oleh pemerintah. Miriam Budiardjo mengatakan bahwa hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat. Dan banyak lagi pendapat lainnya. Belum lagi pengertian yang terdapat di dalam perundang-undangan, bisa lebih banyak lagi.
Semua pengertian HAM yang diungkapkan oleh semua pihak intinya tetap sama. Bahwa HAM berarti kebebasan individu untuk berbuat apapun dalam kehidupannya. Manusia dianggap berhak melakukan sesuatu yang ia anggap baik. Tidak ada yang boleh ikut campur. Catatannya, HAM seseorang tidak boleh melanggar HAM orang lain. Pengertian HAM yang begitu terdengar ekstrim disebabkan ide HAM memang lahir dari dunia barat. Barat tak mengenal apa yang disebut sebagai aturan agama. Tuhan bagi mereka telah mati di tiang salib.
Meski di Indonesia atau negeri-negeri timur lainnya HAM sudah dimaknai sendiri menurut keadaan setempat, tetapi sebenarnya intinya tetap sama yaitu kebebasan. Termasuk alasan seorang mahasiswa dan sejumlah alumni dari fakultas hukum Universitas Indonesia yang meminta nikah beda agama dilegalkan pun itu karena alasan HAM. Mereka menganggap peraturan yang ada selama ini telah memasung kebebasan sepasang kekasih beda agama untuk meresmikan hubungan mereka lewat lembaga pernikahan. Bagi mereka negara telah melanggar HAM, sebab negara menganggap pernikahan beda agama tidak sah. Ide HAM yang menjadi alasan para pelaku LGBT (lesbian, gay, be seksual dan transgender) untuk minta dibiarkan eksis ditengah-tengah kehidupan ini. Padahal keberadaan mereka salah satu penyebab menyebarnya penyakit AIDS. Ide HAM pula yang menjadi alasan aborsi dilegalkan. Betapa rusaknya kehidupan kita dengan adanya ide HAM ini.
Jangan pernah dilupakan bahwa ide HAM sebenarnya diberlakukan curang oleh Barat. Coba, mana HAMnya para bocah yang tak sempat menikmati hidup lebih lama karena nyawanya melayang oleh ulah israel laknatullah. Mana HAMnya para muslimah Palestina yang diperkosa oleh manusia berwatak kera itu. Mana HAMnya kaum muslim di banyak belahan dunia lainnya yang menderita akibat perbuatan orang-orang kafir itu? Mana HAMnya kaum muslim yang ingin agamanya terjaga oleh pelaku penyesatan agama seperti ahmadiyah? Mana HAMnya para pramugari yang tak diizinkan menggunakan kerudung meski mereka meyakini kerudung adalah sebuah kewajiban agama. Untuk hal-hal demikian sepertinya HAM tak berlaku. Para pengusung HAM terutama barat diam melihat kaum muslim tersakiti. Bahkan merekalah sebenarnya pelaku kejahatan itu. Lebih tepatnya, HAM tidak berlaku bagi kaum muslim. HAM hanya berlaku bagi mereka yang ingin melanggar aturan Allah Swt.
Jadi, bila ingin mempertahankan ide HAM, sama halnya kita mempertahankan kerusakan bagi kehidupan kita. Pengakuan terhadap ide HAM, sama halnya kita mengizinkan adanya pernikahan beda agama yang serupa dengan perzinahan. Atau pula secara tidak langsung kita ingin mengatakan bahwa kita tidak terganggu dengan keberadaan pelaku LGBT dan maraknya aborsi. Ide HAM dan ide-ide lainnya yang berasal dari barat tidak akan pernah berlaku adil kepada kaum muslim. Sadarkah wahai para pengemban dakwah? Sadarkah wahai mutiara umat?

0 Comments

Post a Comment